Senin, 07 Maret 2011

http://www.kizoa.com/slideshow/d1557243k8586536o1/my-family

Tutorial Photoshop

Check out this SlideShare Presentation:

Pedoman untuk guru

Berikut ini adalah kumpulan beberapa Undang-undang (UU), Peraturan pemerintah (PP), Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas), dan Pedoman yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional maupun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), yang perlu diketahui oleh Bapak/Ibu guru di Indonesia
A. Undang – Undang (UU)
B. Peraturan pemerintah  (PP)
C. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
2.         Tahun 2006, Nomor 23, Tentang Standar Kompetensi Lulusan
D. PERMENDIKNAS bagi Tenaga Kependidikan
E. Pedoman Yang dikeluarkan Depdiknas atau BSNP
3.         Panduan Penulisan Butir Soal
4.         Panduan Analisis Butir Soal

Tutorial Photoshop

Check out this SlideShare Presentation:

pendidikan powerpoint

Check out this SlideShare Presentation:

Microsoft Powerpoint

Check out this SlideShare Presentation:

4 Power Point Langkah Demi Langkah 3 Ppt 1232971973899755 1

Check out this SlideShare Presentation:

Bagaimana Mengelola sekolah Berkualitas????


Bagaimana Mengelola sekolah Berkualitas????
 Sekolah merupakan salah satu faktor penentu mutu Sumber Daya Manusia. Memlalui lembaga ini para peserta didik baik secara mental maupun intelektual digembleng, untuk dapat mencapai sesuai dengan target yang ditetapkan oleh sekolah. Sementara itu apabila kita amati kondisi SDM kita, Kualitas manusia Indonesia yang belum begitu memuaskan telah menjadi berita rutin. Setiap keluar laporan Human Development Index, posisi kualitas SDM kita selalu berada di bawah. Salah satu penyebab dan sekaligus kunci utama rendahnya kualitas manusia Indonesia adalah kualitas pendidikan yang rendah. Kualitas sosial-ekonomi dan kualitas gizi-kesehatan yang tinggi tidak akan dapat bertahan tanpa adanya manusia yang memiliki pendidikan berkualitas.
Negeri ini sedang berjuang keras untuk meningkatkan kualitas pendidikan, namun hasilnya belum memuaskan. Kini upaya meningkatkan kualitas pendidikan ditempuh dengan membuka sekolah-sekolah unggulan, misal Sekolah Taruna Nusantara. Sekolah unggulan dipandang sebagai salah satu alternatif yang efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan sekaligus kualitas SDM. Sekolah unggulan diharapkan melahirkan manusia-manusia unggul yang amat berguna untuk membangun negeri yang kacau balau ini. Tak dapat dipungkiri setiap orang tua menginginkan anaknya menjadi manusia unggul. Hal ini dapat dilihat dari animo masyarakat untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah-sekolah unggulan. Setiap tahun ajaran baru sekolah-sekolah unggulan dibanjiri calon siswa, karena adanya keyakinan bisa melahirkan manusia-masnusia unggul.
Benarkah sekolah-sekolah unggulan kita mampu melahirkan manusia-manusia unggul? Sebutan sekolah unggulan itu sendiri kurang tepat. Kata “unggul” menyiratkan adanya superioritas dibanding dengan yang lain. Kata ini menunjukkan adanya “kesombongan” intelektual yang sengaja ditanamkan di lingkungan sekolah. Di negara-negara maju, untuk menunjukkan sekolah yang baik tidak menggunakan kata unggul (excellent) melainkan effective, develop, accelerate, dan essential (Susan Albers Mohrman, et.al., School Based Management: Organizing for High Performance, San Francisco, 1994, h. 81).
Dari sisi ukuran muatan keunggulan, sekolah unggulan di Indonesia juga tidak memenuhi syarat. Sekolah unggulan di Indonesia hanya mengukur sebagian kemampuan akademis. Dalam konsep yang sesungguhnya, sekolah unggul adalah sekolah yang secara terus menerus meningkatkan kinerjanya dan menggunakan sumberdaya yang dimilikinya secara optimal untuk menumbuh-kembangkan prestasi siswa secara menyeluruh. Berarti bukan hanya prestasi akademis saja yang ditumbuh-kembangkan, melainkan potensi psikis, fisik, etik, moral, religi, emosi, spirit, adversity dan intelegensi.
Konsep Sekolah Unggulan
Sekolah unggulan yang sebenarnya dibangun secara bersama-sama oleh seluruh warga sekolah, bukan hanya oleh pemegang otoritas pendidikan. Dalam konsep sekolah unggulan yang saat ini diterapkan, untuk menciptakan prestasi siswa yang tinggi maka harus dirancang kurikulum yang baik yang diajarkan oleh guru-guru yang berkualitas tinggi. Padahal sekolah unggulan yang sebenarnya, keunggulan akan dapat dicapai apabila seluruh sumber daya sekolah dimanfaatkan secara optimal. Berati tenaga administrasi, pengembang kurikulum di sekolah, kepala sekolah, dan penjaga sekolah pun harus dilibatkan secara aktif. Karena semua sumber daya tersebut akan menciptakan iklim sekolah yang mempu membentuk keunggulan sekolah.
Keunggulan sekolah terletak pada bagaimana cara sekolah merancang-bangun sekolah sebagai organisasi. Maksudnya adalah bagaimana struktur organisasi pada sekolah itu disusun, bagaimana warga sekolah berpartisipasi, bagaimana setiap orang memiliki peran dan tanggung jawab yang sesuai dan bagaimana terjadinya pelimpahan dan pendelegasian wewenang yang disertai tangung jawab. Semua itu bermuara kepada kunci utama sekolah unggul adalah keunggulan dalam pelayanan kepada siswa dengan memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensinya. Menurut Profesor Suyanto, program kelas (baca: sekolah) unggulan di Indonesia secara pedagogis menyesatkan, bahkan ada yang telah memasuki wilayah malpraktik dan akan merugikan pendidikan kita dalam jangka panjang. Kelas-kelas unggulan diciptakan dengan cara mengelompokkan siswa menurut kemampuan akademisnya tanpa didasari filosofi yang benar. Pengelompokan siswa ke dalam kelas-kelas menurut kemampuan akademis tidak sesuai dengan hakikat kehidupan di masyarakat. Kehidupan di masyarakat tak ada yang memiliki karakteristik homogen (Kompas, 29-4-2002, h.4).
Bila boleh mengkritisi, pelaksanaan sekolah unggulan di Indonesia memiliki banyak kelemahan selain yang dikemukakan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta di atas. Pertama, sekolah unggulan di sini membutuhkan legitimasi dari pemerintah bukan atas inisiatif masyarakat atau pengakuan masyarakat. Sehingga penetapan sekolah unggulan cenderung bermuatan politis dari pada muatan edukatifnya. Apabila sekolah unggulan didasari atas pengakuan masyarakat maka pemerintah tidak perlu mengucurkan dana lebih kepada sekolah unggulan, karena masyarakat akan menanggung semua biaya atas keunggulan sekolah itu.
Kedua, sekolah unggulan hanya melayani golongan kaya, sementara itu golongan miskin tidak mungkin mampu mengikuti sekolah unggulan walaupun secara akademis memenuhi syarat. Untuk mengikuti kelas unggulan, selain harus memiliki kemampuan akademis tinggi juga harus menyediakan uang jutaan rupiah. Artinya penyelenggaraan sekolah unggulan bertentangan dengan prinsip equity yaitu terbukanya akses dan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk menikmati pendidikan yang baik. Keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan ini amat penting agar kelak melahirkan manusia-manusia unggul yang memiliki hati nurani yang berkeadilan.
Ketiga, profil sekolah unggulan kita hanya dilihat dari karakteristik prestasi yang tinggi berupa NEM, input siswa yang memiliki NEM tinggi, ketenagaan berkualitas, sarana prasarana yang lengkap, dana sekolah yang besar, kegiatan belajar mengajar dan pengelolaan sekolah yang kesemuanya sudah unggul. Wajar saja bila bahan masukannya bagus, diproses di tempat yang baik dan dengan cara yang baik pula maka keluarannya otomatis bagus. Yang seharusnya disebut unggul adalah apabila masukan biasa-biasa saja atau kurang baik tetapi diproses ditempat yang baik dengan cara yang baik pula sehingga keluarannya bagus.
Oleh karena itu penyelenggaraan sekolah unggulan harus segera direstrukturisasi agar benar-benar bisa melahirkan manusia unggul yang bermanfaat bagi negeri ini. Bibit-bibit manusia unggul di Indonesia cukup besar karena prefalensi anak berbakat sekitar 2 %, artinya setiap 1.000 orang terdapat 20 anak berbakat (Daniel P. Hallahan dan James M. Kauffman, Exceptional Children: Introduction To Special Education, New Jersey: Prentice-Hall international, Inc., 1991), hh. 6-7). Berdasarkan prakiraan Lembaga Demografi UI (1991) penduduk usia sekolah di Indonesia tahun 2000 diperkirakan sebesar 76.478.249, maka kita akan memiliki anak berbakat (baca: unggul) sebanyak 1.529.565 orang. Jumlah ini cukup untuk memenuhi kebutuhan pimpinan dari tingkat nasional, propinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan.
Restrukturisasi Sekolah Unggulan
Maka konsep sekolah unggulan yang tidak unggul ini harus segera direstrukturisasi. Restrukrutisasi sekolah unggulan yang ditawarkan adalah sebagai berikut: pertama, program sekolah unggulan tidak perlu memisahkan antara anak yang memiliki bakat keunggulan dengan anak yang tidak memiliki bakat keunggulan. Kelas harus dibuat heterogen sehingga anak yang memiliki bakat keunggulan bisa bergaul dan bersosialisasi dengan semua orang dari tingkatan dan latar berlakang yang beraneka ragam. Pelaksanaan pembelajaran harus menyatu dengan kelas biasa, hanya saja siswa yang memiliki bakat keunggulan tertentu disalurkan dan dikembangkan bersama-sama dengan anak yang memiliki bakat keunggulan serupa. Misalnya anak yang memiliki bakat keunggulan seni tetap masuk dalam kelas reguler, namun diberi pengayaan pelajaran seni.
Kedua, dasar pemilihan keunggulan tidak hanya didasarkan pada kemampuan intelegensi dalam lingkup sempit yang berupa kemampuan logika-matematika seperti yang diwujudkan dalam test IQ. Keunggulan seseorang dapat dijaring melalui berbagai keberbakatan seperti yanag hingga kini dikenal adanya 8 macam.
Ketiga, sekolah unggulan jangan hanya menjaring anak yang kaya saja tetapi menjaring semua anak yang memiliki bakat keunggulan dari semua kalangan. Berbagai sekolah unggulan yang dikembangkan di Amerika justru untuk membela kalangan miskin. Misalnya Effectif School yang dikembangkan awal 1980-an oleh Ronald Edmonds di Harvard University adalah untuk membela anak dari kalangan miskin karena prestasinya tak kalah dengan anak kaya. Demikian pula dengan School Development Program yang dikembangkan oleh James Comer ditujukan untuk meningkatkan pendidikan bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin. Accellerated School yang diciptakan oleh Henry Levin dari Standford University juga memfokuskan untuk memacu prestasi yang tinggi pada siswa kurang beruntung atau siswa beresiko. Essential school yang diciptakan oleh Theodore Sizer dari Brown University, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan siswa kurang mampu.
Keempat, sekolah unggulan harus memiliki model manajemen sekolah yang unggul yaitu yang melibatkan partisipasi semua stakeholder sekolah, memiliki kepemimpinan yang kuat, memiliki budaya sekolah yang kuat, mengutamakan pelayanan pada siswa, menghargasi prestasi setiap siswa berdasar kondisinya masing-masing, terpenuhinya harapan siswa dan berbagai pihak terkait dengan memuaskan.
Itu semua akan tercapai apabila pengelolaan sekolah telah mandiri di atas pundak sekolah sendiri bukan ditentukan oleh birokrasi yang lebih tinggi. Saat ini amat tepat untuk mengembangkan sekolah unggulan karena terdapat dua suprastruktur yang mendukung. Pertama, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dimana pendidikan termasuk salah satu bidang yang didesentralisasikan. Dengan adanya kedekatan birokrasi antara sekolah dengan Kabupaten/Kota diharapkan perhatian pemerintah daerah terhadap pengembangan sekolah unggulan semakin serius.
Kedua, adanya UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004 yang didalamnya memuat bahwa salah satu program pendidikan pra-sekolah, pendidikan dasar dan pendidikan menengah adalah terwujudnya pendidikan berbasis masyarakat/sekolah. Melalui pendidikan berbasis masyarakat/sekolah inilah warga sekolah akan memiliki kekuasaan penuh dalam mengelola sekolah. Setiap sekolah akan menjadi sekolah unggulan apabila diberi wewenang untuk mengelola dirinya sendiri dan diberi tanggung jawab penuh.
Selama sekolah-sekolah hanya dijadikan alat oleh birokrasi di atasnya (baca: dinas pendidikan) maka sekolah tidak akan pernah menjadi sekolah unggulan. Bisa saja semua sekolah menjadi sekolah unggulan yang berbeda-beda berdasarkan pontensi dan kebutuhan warganya. Apabila semua sekolah telah menjadi sekolah unggulan maka tidak sulit bagi negeri ini untuk bangkit dari keterpurukannya.

GRAND DESIGN PENDIDIKAN KARAKTER

GRAND DESIGN PENDIDIKAN KARAKTER
BAB I
PENDAHULUAN
A. Dasar Pemikiran
1.         Komitmen nasional tentang perlunya pendidikan karakter, secara imperatif tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Pasal 3 UU tersebut dinyatakan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Jika dicermati 5 (lima)  dari 8 (delapan) potensi peserta didik yg ingin dikembangkan sangat terkait erat dengan karakter.
2.         Jauh sebelumnya, secara filosofis “Bapak” Pendidikan Nasional  -  Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesem-purnaan hidup anak-anak kita. Hakikat, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional tersebut menyiratkan bahwa melalui pendidikan hendak diwujudkan peserta didik yang secara utuh memiliki berbagai kecerdasan, baik kecerdasan spiritual, emosional, sosial, intelektual maupun kecerdasan kinestetika. Pendidikan nasional mempunyai misi mulia (mission sacre) terhadap individu peserta didik,
3.         Dalam instrumentasi dan praksis pendidikan nasional sudah dikembangkan program rintisan, walaupun belum secara sistemik menyeluruh, dengan fokus dan muatan yang cukup beragam, misalnya: (1) pengembangan nilai esensial budi pekerti  yang dirinci menjadi 85 butir (Dikdasmen: 1989 s/d 2007); (2) pengembangan nilai dan ethos demokratis dalam konteks pengembangan budaya sekolah yang demokratis dan bertanggung jawab (Dikdasmen: 1991 s/d 2007); (3) pengembangan nilai dan karakter bangsa (Dikdasmen: 2001-2005); dan (4) pengembangan nilai-nilai anti korupsi yang mencakup jujur, adil, berani, tanggung jawab, mandiri, kerja keras, peduli, sederhana, dan disiplin (Dikdasmen dan KPK; 2008-2009); serta pengembangan nilai dan prilaku keimanan dan ketaqwaan dalam konteks tauhidiyah dan religiositas-sosial (Dikdasmen: 1998-2009). Di luar kegiatan tersebut sudah banyak juga sekolah-sekolah unggulan yang mengembangan karakter secara terpadu dalam pelaksanaan pendidikannya. Banyak juga sekolah yang sederhana; pondok pesantren di daerah pedesaan yang mampu menumbuhkembangkan karakter peserta didik budaya sekolah melalui pembiasaan dlm kehidupan keseharian di sekolah/pondok yang ternyata teladan guru/ustadz sebagai kunci sukses. Dalam sarasehan nasional tgl 14 Januari 2010 diketahui bahwa ternyata banyak sekolah yang sudah mengembangkan pendidikan karakter dan ternyata juga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.(Balitbang Diknas:2010). Tantangan ke depan adalah bagaimana berbagi kesukssesan itu untuk membangun pendidikan karakter yang mampu menyentuh semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan di tanah air Indonesia ini.
4.         Secara akademik, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerrti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.  Karena itu muatan pendidikan karakter secara psikologis mencakup dimensi moral reasoning, moral feeling, dan moral behaviour (Lickona:1991), atau dalam arti utuh sebagai morality yang mencakup moral judgment and moral behaviour baik yang bersifat prohibition-oriented morality maupun pro-social morality (Piager, 1967; Kohlberg; 1975; Eisenberg-Berg; 1981). Secara pedagogis, pendidikan karakter seyogyanya dikembangkan dengan menerapkan holistic approach, dengan pengertian bahwa “Effective character education is not adding a program or set of programs. Rather it is a tranformation of the culture and life of the school” (Berkowitz: …  dalam goodcharacter.com: 2010): Sementara itu Lickona (1992) menegaskan bahw: “In character education, it’s clear we want our children are able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right-even in the face of pressure form without and temptation from within.
5.         Kebutuhan akan pendidikan karakter ternyata terjadi juga di USA pada saat memasuki abad 21, karena beberapa alasan mendasar sebagai berikut (Lickona, 1991: 20-21)
a.          There is a clear and urgent need.
b.         Transmitting values is and always has been the work of civilisation.
c.          The school’s role as moral educator becomes more vital at a time when millions of children get little moral teaching from their parents and when value-centered influence such as church or temple are also absent from their lives.
d.         thereis a common ethical ground even in our values-conflicted society.
e.         Democracies have a special need for moral education.
f.         There is no such thing as value-free education.
g.        Moral questions are among the great question facing both the individuals and human race.
h.        There is a broad-based, growing support for values education in the schools
Dari sitasi tersebut bahwa pendidikan nilai/moral memang sangat diperlukan atas dasar argumen: adanya kebutuhan nyata dan mendesak; proses tranmisi nilai sebagai proses peradaban; peranan sekolah sebagai pendidik moral yang vital pada saat melemahnya pendidikan nilai dalam masyarakat; tetap adanya kode etik dalam masyarakat yang sarat konflik nilai; kebutuhan demokrasi akan pendidikan moral; kenyataan yang sesungguhnya bahwa tidak ada pendidikan yang bebas nilai; persoalan moral sebagai salah satu persoalan dalam kehidupan, dan adanya landasan yan g kuat  dan dukungan luas terhadap pendidikan moral di sekolah. Smua argumen tersebut tampaknya masih relevan untuk menjadi cerminan kebutuhan akan pendidikan nilai/moral di Indonesia pada saat ini. Proses demokasi yang semakin meluas dan tantangan globalisasi yang semakin kuat dan beragam disatu pihak dan dunia persekolahan dan pendidikan tinggi yang lebih mementingkan penguasaan dimensi pengetahuan dan mengabaikan pendidikan nilai/moral saat ini, merupakan alasan yang kuat bagi Indonesia untuk membangkitkan komitmen dan melakukan gerakan nasional pendidikan karakter.Lebih jauh dari itu adalah Indonesia dengan masyarakatnya yang ber-Bhinneka tunggal ika dan dengan falsafah negaranya Pancasila yang sarat dengan nilai dan moral, merupakan alasan filosofik-ideologis, dan sosial-kultural tentang pentingnya pendidikan karakter untuk dibangun dan dilaksanakan secara nasional dan berkelanjutan.
6.        Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia, diyakini bahwa nilai dan karakter yang secara legal-formal dirumuskan sebagai fungsi dan tujuan pendidikan nasional, harus dimiliki peserta didik agar mampu menghadapi tantangan hidup pada saat ini dan di masa mendatang akan datang. Karena itu pengembangan nilai yang bermuara pada pembetukan karakter bangsa yang diperoleh melalui berbagai jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, akan mendorong mereka menjadi anggota masyarakat, anak bangsa, dan warga negara yang memiliki kepribadian unggul seperti diharapkan dalam tujuan pendidikan nasional. Sampai saat ini, secara kurikuler telah dilakukan berbagai upaya untuk menjadikan pendidikan lebih mempunyai makna bagi individu yang tidak sekadar memberi pengetahuan pada tataran koginitif, tetapi juga menyentuh tataran afektif dan konatif melalui mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan IPS, Pendidikan Bahasa Indonesia, dan Pendidikan Jasmani. Namun demikian harus diakui karena kondisi jaman yang berubah dengan cepat, maka upaya-upaya tersebut ternyata belum mampu mewadahi pengembangan karakter secara dinamis dan adaptif terhadap perubahan tersebut. Oleh karena itu pendidikan karakter perlu dirancang-ulang dan dikemas kembali dalam wadah yang lebih komprehensif dan lebih bermakna. Pendidikan karakter perlu direformulasikan dan direoperasionalkan melalui   transformasi budaya dan kehidupan sekolah. Untuk itu, dirasakan perlunya membangun wacana dan sistem pendidikan karakter yang sesuai dengan konteks sosial kultural Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika dengan nilai-nilai Agama dan Pancasila sebagai sumber nilai dan rujukan utamanya.
7.        Kebutuhan tersebut bukan hanya dianggap penting tetapi sangat mendesak mengingat berkembangnya godaan-godaan (temptations) dewasa ini marak dengan tayangan dalam media cetak maupun noncetak (televisi, jaringan maya, dll) yang memuat fenomena dan kasus perseteruan dalam berbagai kalangan yang memberi kesan seakan-akan bangsa kita sedang mengalami krisis etika dan krisis kepercayaan diri yang berkepanjangan. Pendidikan karakter bangsa diharapkan mampu menjadi alternatif solusi berbagai persoalan tersebut. Kondisi dan situasi saat ini tampaknya menuntut pendidikan karakter yang perlu ditransformasikan sejak dini, yakni sejak pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi secara holistik dan sinambung.
8.        Urgensi dari pelaksanaan komitmen nasional pendidikan karakter, telah dinyatakan pada Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa  sebagai Kesepakatan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, yang  dibacakan pada akhir khir Sarasehan Tanggal 14 Januari 2010, sebagai berikut.
a.         “Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yg tak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh.
b.         Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komprehensif sbg proses pembudayaan.  Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara utuh.
c.         Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah dan orangtua. Oleh karena itu pelaksanaan budaya dan karakter bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut.
d.        Dalam upaya merevitalisasi pendidikan dan budya karakter bangsa diperlukan gerakan nasional guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan.”

B. Tujuan
Kegiatan Pengembangan Pendidikan Karakter melalui pendidikan secara nasional bertujuan untuk:
1.      mengembangkan Grand Design Pendidikan Karakter yang akan menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan;
2.      mengembangkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Pendidikan Karakter sebagai wujud komitmen seluruh komponen bangsa; dan
3.      melaksanakan Pendidikan Karakter secara nasional, sistemik, dan berkelanjutan.

C. Hasil-hasil yang diharapkan
Hasil yang diharapkan dari kegiatan tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Grand Design Pendidikan Karakter yang akan menjadi rujukan konseptual dan operasional pada setiap jalur,  jenjang pendidikan, dan jenis pendidikan.
2.      Rencana Aksi Nasional (RAN) Pendidikan Karakter sebagai wujud komitmen seluruh komponen bangsa Republik Indonesia; dan
3.      Gerakan Nasional Pendidikan Karakter oleh seluruh komponen bangsa dan negara Republik Indonesia



BAB II
PERANGKAT NILAI SUBSTANSI  PENDIDIKAN KARAKTER
A.      Nilai-nilai Dasar yang termuat dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Pendidiksan Dasar dan Pendidikan Menengah.
    1. Dalam Permendiknas N0.23/2006 tentang Standar kompetensi lulusan secara formal sudah digariskan untuk masing-masing jenis atau satuan pendidikan sejumlah rumusan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).Jika diremati secara mendalam, sesungguhnya hampir pada setiap rumusan SKL tersebut implisit atau eksplisit termuat substansi nilai/karakter. Berikut ini dicoba untuk menangkap substansi nilai/karakter yang ada pada setiap SKL tersebut.
    2. Substansi Nilai/Karakter yang ada pada SKL SD/MI/SDLB*/Paket A
No.
Rumusan SKL
Nilai/Karakter
1
Menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak
Iman dan taqwa
2
Mengenal kekurangan dan kelebihan diri sendiri
Jujur
3
Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungannya
Disiplin
4
Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi di lingkungan sekitarnya
Terbuka, nasionalistik
5
Menggunakan informasi tentang lingkungan sekitar secara logis, kritis, dan kreatif
Bernalar, kreatif
6
Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif, dengan bimbingan guru/pendidik
Bernalar, kreatif
7
Menunjukkan rasa keingintahuan yang tinggi dan menyadari potensinya
Terbuka, bernalar
8
Menunjukkan kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam kehidupan sehari-hari
Bernalar
9
Menunjukkan kemampuan mengenali gejala alam dan sosial di lingkungan sekitar
Terbuka, bernalar
10
Menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungan
Peduli, tanggung jawab
11
Menunjukkan kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara, dan tanah air Indonesia
Nasionalistik
12
Menunjukkan kemampuan untuk melakukan kegiatan seni dan budaya lokal
Kreatif, tanggung jawab
13
Menunjukkan kebiasaan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang
Bersih, tanggung jawab
14
Berkomunikasi secara jelas dan santun
Santun
15
Bekerja sama dalam kelompok, tolong-menolong, dan menjaga diri sendiri dalam lingkungan keluarga dan teman sebaya
Gotong royong, peduli
16
Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis
Gigih
17
Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung
Bernalar



11. Substansi Nilai/Karakter yang ada pada SKL SMP/MTs/SMPLB/Paket B
No.
Rumusan SKL
Nilai/Karakter
1
Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja
Iman dan taqwa
2
Menunjukkan sikap percaya diri
adil
3
Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas
disiplin
4
Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional
nasionalistik
5
Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif
Bernalar, kreatif
6
Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
bernalar, kreatif
7
Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya
Gigih, tanggung jawab
8
Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari
bernalar
9
Mendeskripsi gejala alam dan sosial
Terbuka, bernalar
10
Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab
Tanggung jawab
11
Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
Nasionalistik, gotong royong
12
Menghargai karya seni dan budaya nasional
Peduli, nasionalistik
13
Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya
Tanggung jawab, kreatif
14
Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang
Bersih dan sehat
15
Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun
Santun, bernalar
16
Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat
Terbuka, Tanggung jawab
17
Menghargai adanya perbedaan pendapat
Terbuka, adil
18
Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana
Gigih, kreatif
19
Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana
Gigih, kreatif
20
Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah
Bervisi, bernalar

12. Substansi Nilai/Karakter yang ada pada SKL SMA/MA/SMALB*/Paket C
No.
Rumusan SKL
Nilai/Karakter
1
Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja
Iman dan taqwa
2
Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya
adil
3
Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya
Tanggung jawab
4
Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial
disiplin
5
Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup global
nasionalistik
6
Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif
bernalar
7
Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan
bernalar
8
Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri
bervisi
9
Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik
gigih
10
Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks
bernalar
11
Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial
bernalar
12
Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab
Tanggung jawab
13
Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
nasionalistik
14
Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya
peduli
15
Mengapresiasi karya seni dan budaya
kreatif
16
Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok
Kreatif
17
Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan lingkungan
bersih
18
Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun
Santun
19
Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat
Tanggung jawab
20
Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain
Terbuka, peduli


13. Substansi Nilai/Karakter yang ada pada SKL SMK/MAK

No.
Rumusan SKL
Nilai/Karakter
1
Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja
Iman dan taqwa
2
Mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya
Gigih, adil
3
Menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan, dan pekerjaannya
Tanggung jawab
4
Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial
disiplin
5
Menghargai keberagaman agama, bangsa, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup global
nasionalistik
6
Membangun dan menerapkan informasi dan pengetahuan secara logis, kritis, kreatif, dan inovatif
kreatif
7
Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif dalam pengambilan keputusan
Bernalar, kreatif
8
Menunjukkan kemampuan mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri
Peduli ,tanggung jawab
9
Menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik
Gigih, adil
10
Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah kompleks
bernalar
11
Menunjukkan kemampuan menganalisis gejala alam dan sosial
bernalar
12
Memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab
Peduli, tanggung jawab
13
Berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
nasionalistik
14
Mengekspresikan diri melalui kegiatan seni dan budaya
Peduli, kreatif
15
Mengapresiasi karya seni dan budaya
kreatif
16
Menghasilkan karya kreatif, baik individual maupun kelompok
kreatif
17
Menjaga kesehatan dan keamanan diri, kebugaran jasmani, serta kebersihan lingkungan
Bersih, peduli
18
Berkomunikasi lisan dan tulisan secara efektif dan santun
Santun
19
Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat
Terbuka, adil
20
Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain
Terbuka, adil
21
Menunjukkan keterampilan membaca dan menulis naskah secara sistematis dan estetis
Gigih,terbuka
22
Menunjukkan keterampilan menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dalam bahasa Indonesia dan Inggris
Gigih, bernalar
23
Menguasai kompetensi program keahlian dan kewirausahaan baik untuk memenuhi tuntutan dunia kerja maupun untuk mengikuti pendidikan tinggi sesuai dengan kejuruannya
Bervisi, gigih, tanggung jawab

  1. Konfigurasi Nilai/karakter untuk semua Satuan  Pendidikan
Secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa dan Karsa ( Affective and Creativity development) yang secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.