Senin, 07 Maret 2011

Makna Mengembangkan Kemampuan dan Membentuk Watak Dalam Rangka Membangun Peradaban Bangsa yang Bermartabat

I. PENDAHULUAN
Sebagaimana sering penulis kemukakan, Indonesia adalah salah satu dari tidak banyak Negara yang UU Dasarnya menetapkan “mencerdaskan kehidupan bangsa” sebagai salah satu dari misi penyelenggaraan pemerintahan Negara. Di samping itu UUD Indonesia (UUD 1945) adalah salah satu dari tidak banyak UUD Negara yang disamping memberi hak kepada setiap warga Negara untuk memperoleh pendidikan (pasal 31 ayat (1)), juga menetapkan kewajiban Pemerintah untuk “mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional”, disamping itu UUD 1945 juga menetapkan kewajiban Pemerintah “memajukan kebudayaan nasional Indonesia”.

Para pelajar perbandingan UUD dan sejarah perkembangan peradaban, seperti penulis, akan bertanya “Mengapa para pendiri Republik menetapkan misi “mencerdaskan kehidupan bangsa” dan “memajukan kebudayaan nasional Indonesia” sebagai tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan Negara? Bagaimana dengan kehidupan bangsa Indonesia dan kebudayaan nasional Indonesia pada tahun 1945 yang perlu dimajukan?

Nampaknya para pendiri Republik yang seperti para pendiri pembangunan bangsa di dunia pada abad ke-19 seperti Thomas Jefferson, Otto Von Bismark, dan Meiji, yang berpegang teguh kepada motto “To build Nation build schools” yakin akan kedudukan pendidikan dalam pembangunan bangsa, melalui pasal 31 UUD 1945 menetapkan kewajiban Pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.

Sebagai pelaksana dari kebijakan dasar yang digariskan dalam UUD 1945, penyelenggara pemerintahan Negara telah menerbitkan serangkaian Undang-undang tentang pendidikan yaitu UU No. 4 Tahun 1950 jo No. 12 Tahun 1954, UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas, dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, disamping Ketetapan MPR RI pra-2002.

Kalau kita teliti ketiga UU tersebut kesemuanya mencitakan, dalam kaitan dengan tujuan pendidikan nasional, lahirnya manusia Indonesia terdidik yang cerdas, bermoral, dan demokratis yang dalam wujud rumusan yang sedikit berbeda tetapi hakekatnya sama seperti dapat dibaca dalam kutipan berikut.

1. UU No. 4 Tahun 1950 jo. No. 12 Tahun 1954 tentang tujuan pendidikan mencitakan lahirnya :
“manusia yang susila dan cakap yang demokratis serta bertanggung jawab”

2. UU No. 2 Tahun 1989 mencitakan :
“manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”

3. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas mencitakan :
“manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”
Seberapa jauh cita-cita yang tertulis dalam UUD 1945 dan selanjutnya diterjemahkan dalam serangkaian UU Pendidikan maupun Ketetapan MPR RI telah diupayakan ketercapaian dan keterwujudannya?

Terjadinya krisis multidimendi pada tahun 1997 – 1998, belum cerdasnya kehidupan bangsa seperti tidak dapat mengatasi banjir dan longsor pada musim hujan, dan terbukti dari masih tingginya angka kemiskinan, kekeringan pada musim kemarau, robohnya konstruksi bangunan dan infrastruktur dalam menghadapi gempa, dan ketergantungan kepada teknologi luar negeri, masih belum meningkatnya secara berarti kesejahteraan rakyat seperti terbukti dari tingginya angka kemiskinan, dan belum terlindunginya secara mantap segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, seperti lepasnya Ligitan dan Sipadan, sering bergesernya perbatasan dengan Sabah dan Serawak, terjadinya provokasi Ambalat, tiadanya pembelaan dan perlindungan terhadap pelecehan TKI.

Kondisi seperti sepintas penulis kemukakan menjadikan terwujudnya fungsi pendidikan nasional seperti digariskan dalam pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003 sangat mendasar untuk dilaksanakan. Dalam menyoroti upaya melaksanakan fungsi tersebut, tulisan ini hakekatnya akan mencoba menjawab dua pertanyaan pokok :
1. Apa makna “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta membangun peradaban bangsa yang bermartabat?”
2. Penyelenggaraan pendidikan nasional seperti apa yang mampu mengemban fungsi yang tertuang dalam pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003 tersebut?

Untuk mencoba menjawab dua pertanyaan pokok tersebut tulisan ini akan berturut-turut menganalisis :
1. Makna fungsi pendidikan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
2. Penjenjangan dan struktur penyelenggaraan pendidikan nasional yang relevan
3. Sistem dan materi kurikulum yang relevan dengan fungsi pendidikan nasional
4. Model pembelajaran dan sistem evaluasi yang relevan

II. MAKNA MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN DAN MEMBENTUK WATAK SERTA MEMBANGUN PERADABAN BANGSA YANG BERMARTABAT
Pada berbagai tulisan dan kesempatan penulis mengulas makna mencerdaskan kehidupan yang diartikan sebagai upaya untuk membangun kehidupan bangsa melalui proses transformasi budaya yaitu dari budaya tradisional dan feodalistik menjadi modern dan demokratis.

UU No. 20 Tahun 2003 dalam merumuskan fungsi pendidikan nasional meletakkan kedudukan pembangunan peradaban bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pertanyaannya menjadi “Apa makna dan hakekat dari peradaban bangsa?” Nampaknya kita jarang mencoba memahami makna “peradaban bangsa yang bermartabat”, lalu apa hubungannya dengan upaya “memajukan kebudayaan nasional Indonesia”. Adalah pandangan penulis bahwa tanpa memahami secara jelas makna “peradaban bangsa” dan “kebudayaan bangsa” seperti tertulis dalam UUD 1945 dan UU No. 20 Tahun 2003 kita tidak akan dapat mengetahui seberapa jauh penyelenggaraan pendidikan nasional kita telah menuju terbangunnya “peradaban bangsa yang bermartabat” dan “memajukan kebudayaan nasional Indonesia”.

Sebelum mengulas makna kebudayaan nasional dan selanjutnya peradaban bangsa, terlebih dahulu penulis akan mencoba mengulas arti kebudayaan, atau “culture” Talcot Parson mengartikan kebudayaan sebagai “ways of acting and ways of orienting” . Sedangkan Komisi Kebudayaan UNESCO mengartikan “A culture as the total and distinctive ways of life of a people and society” . Dalam pada itu Mangunwijaya mengartikan “kebudayaan sebagai seluruh totalitas aktivitas serta galaksi pengetahuan seluruh ikhtiar manusia untuk menjawab tantangan kehidupannya, mengolahnya, dan memberi makna kepadanya, penyegaran dirinya secara integral, baik dalam karya nyata maupun pembalasan simbolisnya”.

Berangkat dari berbagai pengertian ini marilah kita pelajari makna kebudayaan nasional menurut UUD 1945 yang tertulis :
“Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budaya rakyat Indonesia seluruhnya”
Kebudayan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus kea rah kemajuan adab, budaya, persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat mempertimbangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia .
Ditinjau dari makna kebudayaan pada umumnya dan kebudayaan nasional pada khususnya seperti yang telah diulas dalam kaitan ini, dalam pandangan penulis adalah hasil seluruh upaya rakyat bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan, memecahkan masalah sehingga secara keseluruhan merupakan kesatuan cara pandang, cara untuk memecahkan masalah baik politik, ekonomi, sosial dan budaya. Dalam kaitan ini penulis memandang bahwa nilai-nilai budaya hakekatnya ada yang fungsional dan ada yang telah menjadi ornamental yang perlu dipelihara. Puncak-puncak budaya daerah yang merupakan bagian kebudayaan nasional pada umumnya tidak tergolong fungsional tetapi perlu tetap dipelihara. Sedangkan yang fungsional perlu terus dikembangkan.

Pertanyaan berikutnya adalah “Apa hubungan antara kebudayaan dan peradaban?” Menjawab pertanyaan ini penulis pertama akan merujuk kepada pandagan Cohen yang menyatakan :
“A civilization represent a distinct level of sosiocultural integration and thus a unique cultural historical entity; it is more than the sum of culture”.

Dari kutipan tersebut nampak betapa peradaban hakekatnya lebih luas daripada kebudayaan, dan bahkan bukan semata-mata kumpulan kebudayaan melainkan merupakan suatu integrasi berbagai kebudayaan. Karena itu kita mengenal istilah budaya politik, budaya ekonomi, budaya IPTEK, disamping seni budaya dan adat istiadat. Berangkat dari pengertian tentang peradaban seperti yang diulas, makna “membangun peradaban bangsa yang bermartabat” adalah suatu tujuan mensintesakan dan mengintegrasikan berbagai dimensi budaya seperti yang disinggung menjadi suatu sistem nilai yang terintegrasi baik politik, ekonomi, sosial, maupun IPTEK yang secara dinamis terus berkembang yang menjadi cirri hakiki dari Negara bangsa Indonesia yang mampu menghadapi berbagai tantangan, baik tantangan alam maupun tantangan lain yang telah mengglobal. Suatu peradaban yang menjadi Bangsa Indonesia cerdas kehidupannya, yaitu Negara Indonesia yang modern dan maju, dengan infrastruktur fisik, infrastruktur teknologi, dan infrastruktur sumber daya manusia yang handal, yang demokratis, yang sejahtera, dan berkeadilan sosial yang menjunjung tinggi HAM berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Untuk membangun peradaban bangsa yang bermartabat yang berdampak kepada kehidupan bangsa yang cerdas, diperlukan manusia yang memiliki kemampuan (intelektual, dan vokasional / professional) dan berkarakter (berkepribadian mantap dan mandiri, memiliki rasa tanggung jawab, dan demokratis). Untuk itulah diperlukan suatu proses pendidikan yang bermakna proses pembudayaan kemampuan, nilai, dan sikap.
Pertanyaannya adalah “penyelenggaraan pendidikan nasional seperti apa yang mampu mendukung terlaksananya fungsi tersebut?” Bagian-bagian berikut akan mencoba menganalisisnya.

III. PENJENJANGAN DAN STRUKTUR PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NASIONAL YANG RELEVAN
Penyelenggeraan pendidikan nasional untuk melahirkan manusia Indonesia yang memiliki kemampuan dan berkarakter, yaitu manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab, dilaksanakan sejak anak usia dini sampai tingkat pendidikan tinggi. Bagaimana penyelenggaraan pendidikan nasional sejak anak usia dini sampai perguruan tinggi dirancang relevan sehingga secara berkesesuaian dan berkelanjutan menunjang dengan upaya membentuk manusia yang berkualitas baik dari segi kemampuan dan karakter?

Pertanyaan pokok ini akan melahirkan serangkaian pertanyaan yang terkait dengan : (1) fungsi dari setiap jenjang pendidikan; (2) tujuan pendidikan di setiap jenjang; dan (3) kurikulum dan karakteristik pembelajaran dari setiap jenjang yang sesuai dengan kaidah pasal 12 ayat (1) b UU No. 20 Tahun 2003 yaitu “setiap peserta didik berhak memperoleh pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, moral, dan kemampuannya”.
Dalam kaitan dengan ini dan terkait dengan fungsi setiap jenjang pendidikan, UU No. 20 Tahun 2003, rumusannya terlalu umum. Perhatikan rumusan fungsi setiap jenjang pendidikan sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003
1. Pendidikan anak usia dini tertulis (pasal 28 ayat (1)) :
“Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar”
2. Pendidikan dasar tertulis (pasal 17 ayat (1)) :
“Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah”
3. Pendidikan menengah tertulis (pasal 18 ayat (1)) :
“Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar”
4. Pendidikan tinggi tertulis (pasal 19 ayat (1)) :
“Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, doctor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi”
Dari kutipan tentang fungsi setiap jenjang pendidikan, dalam pandangan penulis, kecuali tentang Perguruan Tinggi, tidak secara jelas merujuk kepada fungsi lembaga pendidikan pada suatu jenjang berikutnya. Lebih-lebih tentang pendidikan menengah yang hanya menyebutkan “merupakan lanjutan pendidikan dasar”.

Ini agak berbeda dengan UU No. 2 tahun 1989 yang masing-masing jenjang secara khusus dirumuskan fungsinya seperti kutipan-kutipan berikut ini.
1. Pendidikan dasar, tertulis (pasal 13 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1989)
“Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuannya serta memberikan pengetahuan dan ketrampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi syarat untuk mengikuti pendidikan menengah.
2. Pendidikan menengah, tertulis (pasal 15 ayat (1)) :
“Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meneruskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial budaya dan atau sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam kaitan dengan dunia kerja atau pendidikan tinggi”
3. Pendidikan tinggi, tertulis (pasal 16 ayat (1)) :
“Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggauta masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian.

Dari serangkaian kutipan tentang fungsi setiap jenjang pendidikan menurut UU No. 2 Tahun 1989, kita dapat menangkap perbedaan harapan terhadap peranan yang harus dilaksanakan setiap jenjang pendidikan, disamping sebagai landasan bagi pendidikan jenjang berikutnya. Bahkan secara jelas memungkinkan perencana penyelenggaraan program pendidikan suatu jenjang merancang program pendidikan yang relevan untuk melaksanakan fungsi tersebut. Apabila kita bandingkan dengan dengan harapan Deklarasi Pendidikan untuk Semua (Declaration For All, Jomtien 1990) dan saran Komisi Internasional untuk Pendidikan abad ke-21 UNESCO, nampak dalam hal perumus fungsi setiap jenjang pendidikan, UU No. 2 Tahun 1989 akan memungkinkan perencanaan penyelenggaraan program pendidikan memperoleh panduan yang lebih jelas; bila dibandingakn dengan ketentuan yang tertulis dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang fungsi setiap jenjang pendidikan.

Seperti kita ketahui Deklarasi Pendidikan untuk semua menggariskan dalam bahasa mereka “basic learning needs”, enam fungsi penyelenggaraan pendidikan dasar, yaitu menyiapkan peserta didik untuk :
1. Dapat “survive”;
2. Dapat mengembangkan dirinya;
3. Dapat berpartisipasi dalam masyarakat;
4. Dapat memperoleh pekerjaan;
5. Dapat mengambil keperluan berdasarkan informasi; dan
6. Dapat belajar sepanjang hayat.

Dari enam misi tersebut jelas betapa ketentuan yang tertulis dalam UU No. 2 Tahun 1989 lebih sesuai karena menetapkan bahwa pendidikan dasar bukan semata landasan untuk pendidikan menengah seperti yang tertulis dalam UU No. 20 Tahun 2003 melainkan juga untuk menyiapkan peserta didik dapat hidup dalam masyarakat.
Dengan penegasan tentang fungsi pendidikan seperti yang tertulis dalam UU No. 2 Tahun 1989 dan Deklarasi Pendidikan untuk Semua, perancang penyelenggaraan pendidikan dasar dapat merancang kurikulum dan program pembelajaran dengan infrastruktur yang relevan dengan fungsi pendidikan dasar.
Demikian juga dengan pendidikan menengah yang memberikan arah yang jelas untuk diversifikasi program pendidikan baik untuk yang akan mengembangkan dirinya di dunia kerja atau yang akan ke Perguruan Tinggi.
Dalam kaitan dengan fungsi Pendidikan Tinggi, penulis akan merujuk kepada pandangan Komisi Internasional UNESCO untuk Pendidikan memasuki abad ke-21 yang antara lain :

“Nowhere is the universities responsibility for the development of the society as a whole more acute than in developing countries, where research done in institutions of higher learning plays a pivotale role in providing the basis for development programmes, policy formulation and the training of middle- and higher-level human resources”

Jelas betapa rumusan tentang peranan universitas yang digariskan Komisi Internasional sejalan dengan fungsi Perguruan Tinggi yang tertulis dalam UU No. 2 Tahun 1989 yang disamping menghasilkan tenaga, juga menghasilkan IPTEK. Dalam kaitan ini Komisi UNESCO yang sama menentukan tentang peranan universitas dalam kata-kata berikut :

“It is primarily the universities that unite all the traditional functions associated with the advancement and transmission of knowledge, research, innovation, teaching and training, and continuing education. To these one can add another function that has been growing in importance in recent years; international co-operation.
These functions can all contribute to sustainable development. As autonomous centers for research and creation of knowledge, universities can address some of development issues facing society”.

Dari serangkaian uraian tentang fungsi setiap jenjang pendidikan penulis memandang bahwa fungsi pendidikan nasional untuk membangun peradaban bangsa yang maknanya telah dianalisis dibagian terdahulu hanya mungkin kalau pada setiap jenjang jelas fungsi dan struktur programnya. Dengan demikian sistem pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan mampu menjadi wahana mengembangkan potensi peserta didik seoptimal mungkin sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya dan mengarahkannya sehingga lahir manusia terdidik yang memiliki kemampuan dan karakter pada setiap jenjangnya. Dalam bahasa Kotler, dengan demikian akan terbangun infrastruktur sumber daya manusia. Dengan demikian sistem pendidikan akan berfungsi sebagai pengembang potensi juga peserta didik secara optimal sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, dan pengarah perkembangan potensi peserta didik. Dengan demikian akan terbangun Negara Bangsa yang cerdas kehidupannya, karena dari para petani dan pekerja sampai para innovator dan inventor dan manajer di berbagai dunia usaha, serta elit politik baik lembaga eksekutif, legislative, dan yudikatif adalah manusia yang cerdas dan bermoral sesuai dengan gambaran manusia yang tertulis dalam tujuan pendidikan nasional UU No. 20 Tahun 2003.

Pertanyaan selanjutnya adalah program pendidikan seperti apa yang memungkinkan fungsi yang diulas pada bagian III ini dapat terwujud. Untuk itu bagian berikut akan mencoba mengulasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar